Pengendalian intern memiliki makna yang begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari maupun dengan aktivitas manajemen organisasi. Apa yang muncul di benak Anda ketika mendengar kata pengendalian? Pengendalian berasal dari kata control yang dalam bahasa Indonesia bisa dimaknai sebagai inspeksi, pemantauan, pemeriksaan, pengamatan, pengawasan, pengecekan, peninjauan, penyeliaan, atau supervisi. Pengendalian diciptakan karena ada sesuatu yang perlu dikendalikan. Kenapa sesuatu perlu dikendalikan? Jawabannya adalah karena ada hal tak pasti yang menyebabkan kita tidak yakin sesuatu akan berjalan sesuai harapan. Pengendalian dirancang dan dijalankan untuk meyakinkan agar apa yang diharapkan terjadi akan benar-benar terjadi. Demikian juga, pengendalian diperlukan untuk meyakinkan agar apa yang diharapkan tidak terjadi akan benar-benar tidak terjadi. Jika suatu hal sudah pasti sesuai harapan maka pada dasarnya tidak perlu pengendalian lagi.
Bagaimana pengendalian intern dimaknai?
Dalam praktik manajemen organisasi dikenal istilah pengendalian intern. Digunakan tambahan kata "intern" di belakang kata "pengendalian" untuk menunjukkan bahwa pengendalian tersebut dilakukan oleh dan/atau bersumber dari intern organisasi. Jadi pengendalian intern dapat dimaknai secara sederhana sebagai sebuah kontrol yang bersumber dari dalam organisasi. Ia merupakan integrasi berbagai alat, kebijakan, aktivitas, perilaku, dan upaya yang dilakukan semua unsur dalam organisasi untuk meyakinkan bahwa tujuan organisasi dapat tercapai.
Pemaknaan pengendalian intern sendiri mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pada mulanya, pengendalian intern diartikan sebagai perangkat tambahan yang dipasang dalam suatu sistem organisasi dan dapat dirasakan secara indrawi keberadaannya (hard control). Contohnya adalah struktur organisasi, kebijakan, perencanaan, prosedur, dan pencatatan. Selanjutnya makna tersebut bergeser menjadi lebih luas. Pengendalian intern dipandang sebagai sesuatu yang melekat dan tidak dapat dipisahkan dengan suatu sistem (baca: terintegrasi), dan bentuknya dapat berupa hard control maupun soft control (tidak bisa dirasakan secara indrawi). Bahkan unsur soft control menjadi bagian yang perannya sangat penting. Contoh soft control adalah integritas, nilai etika, filosofi manajemen dan gaya operasi organisasi. Pemaknaan yang luas ini terlihat dari definisi yang dibuat oleh The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO), suatu komite yang dibentuk pada tahun 1985 oleh AICPA, AAA, FEI, IMA, dan IIA dan berhasil mengembangkan kerangka kerja pengendalian intern yang dipakai secara luas saat ini. Menurut COSO, sistem pengendalian intern adalah "suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain, yang dirancang untuk menyediakan keyakinan yang memadai berkaitan dengan pencapaian tujuan dalam beberapa kategori: (1) efektivitas dan efisiensi kegiatan, (2) keandalan pelaporan, (3) ketaatan pada peraturan dan ketentuan yang berlaku". Konsep dasar yang memberikan kerangka bagi perancangan dan penerapan sistem pengendalian intern menurut COSO tersebut adalah:
- Pengendalian intern sebagai komponen operasi atau kegiatan yang terpasang secara terus menerus.
- Pengendalian intern dipengaruhi oleh manusia.
- Pengendalian intern memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan yang mutlak.
Selanjutnya COSO menjabarkan lima komponen pengendalian yang terdiri dari: (1) lingkungan pengendalian, (2) penilaian risiko, (3) kegiatan pengendalian, (4) informasi dan komunikasi, dan (5) pemantauan. Pelaksanaan pengendalian intern tersebut memiliki tujuan yang amat mulia yaitu mendukung pencapaian tujuan organisasi melalui pelaksanaan kegiatan yang efektif dan efisien, ketaatan pada ketentuan, dan keandalan pelaporan. Di sektor pemerintahan Indonesia bahkan ditambah dengan tujuan pengamanan aset negara.
Pengendalian intern tanggung jawab siapa?
Para auditor sangat paham bahwa pihak yang paling bertanggung jawab dan berkepentingan terhadap pengendalian intern adalah manajemen. Auditor selalu menekankan bahwa tugas mereka adalah sebatas menilai atau mengevaluasi pengendalian intern, sementara manajemen bertanggung jawab penuh atas efektivitas pengendalian intern pada unitnya masing-masing. Namun pemahaman dan persepsi tersebut belum tentu sepenuhnya sama pada pihak manajemen. Konsep pengendalian intern bagi manajemen adalah sesuatu yang kurang begitu jelas. Lihat saja buktinya. Pengendalian intern sektor publik di Indonesia yang diamanatkan dalam UU No.1/2004 baru terbit peraturan pemerintah pada tahun 2008 yaitu PP No.60/2008 dan pelaksanaannya sampai tahun 2015 juga belum optimal. Pihak yang selalu ditunjuk sebagai inisiator pelaksanaan pengendalian intern di instansi-instansi pemerintah umumnya adalah para auditor intern (dikenal sebagai aparat pengawasan intern pemerintah), bukan para pihak manajemen itu sendiri.
Kondisi demikian tentunya bukan sepenuhnya karena kesalahan manajemen. Setidaknya ada lima hal yang dapat diidentifikasi sebagai penyebab manajemen belum optimal sebagai penanggung jawab penuh pengendalian intern.
- Pertama, konsep pengendalian intern memang lahir dari para auditor. Konsep pengendalian intern awalnya dikembangkan auditor sebagai kerangka acuan untuk menentukan luas dan dalamnya suatu kegiatan audit yang akan dilakukan. Jika auditor menilai pengendalian intern buruk maka mereka akan memperluas sampel dan memperdalam teknik audit yang digunakan. Meskipun kemudian disadari bahwa seharusnya manajemen yang menjalankan pengendalian intern tersebut.
- Kedua, manajemen merasakan tanggung jawab proses bisnis yang diemban sudah cukup menyita perhatian dan sumber daya. Mereka menganggap pengendalian adalah beban tambahan, bukan suatu kebutuhan yang semestinya ada dan melekat dalam proses bisnis yang mereka jalankan. Seolah-olah terdapat dikotomi antara tugas pokok dengan pengendalian itu sendiri.
- Ketiga, manajemen belum melihat bukti nyata manfaat dari pelaksanaan pengendalian intern. Sayangnya, sulit mengidentifikasi dan mengukur manfaat pengendalian intern secara langsung. Dalam kondisi normal dan organisasi berjalan dengan baik-baik saja, pengendalian intern tidak begitu terasa manfaatnya karena seolah-olah dengan menjalankan kebiasaan yang selama ini dilakukan saja sudah aman. Manfaat itu justru terlihat ketika organisasi mengalami bencana dan ternyata penyebabnya adalah pengendalian intern yang lemah atau tidak ada. Kadang kala memang manusia memerlukan teguran bencana terlebih dahulu untuk meyadari akan pentingnya pengendalian.
- Keempat, belum ada cara praktis penerapan yang mudah dijalankan. Sebagian besar pedoman yang ditemukan hanya memberikan kerangka yang bersifat umum.
- Kelima, penerapan pengendalian intern banyak melibatkan judgement dan pertimbangan manusia sehingga sulit untuk diukur dengan jelas dan pasti.
Perlu disadari pula bahwa pengendalian intern tidak memberi jaminan mutlak. selengkapnya lihat di artikel Memahami Keterbatasan Pengendalian intern.
Demikian ulasan saya mengenai makna dan tanggung jawab terkait pengendalian intern. Apakah Anda punya pendapat yang berbeda?
Comments